Bakharuddin Muhammad Syah
Rendy Ananta Prasetya
Mudik lebaran merupakan fenomena sosial budaya masyarakat yang khas ala Indonesia. Fenomena ini merupakan titik dari momentum perjalanan hidup manusia Indonesia melalui permohonan maaf kepada orangtua, leluhur, menjaga silaturahmi, tradisi yang menguatkan kekeluargaan, kembali pada akar budaya, introspeksi diri, mempererat silaturahmi antar keluarga dan kerabat sebagai perwujudan semangat gotong royong masyarakat Indonesia.
Setiap tahun menjelang 1 Syawal (Hari Raya Idul Fitri) selalu menjadi momentum sosial, mempengaruhi gerak dan dinamika masyarakat Indonesia. Bagi manusia Indonesia, mudik lebaran selalu mengenai bagaimana dapat kembali ke tempat kelahiran / kampung halamannya. Sehingga masyarakat selalu menggunakan berbagai ragam moda transportasi dan tantangan pengendalian arus lalu lintas selama Mudik selalu menjadi titik perhatian tersendiri bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Waktu Mudik (mendekati 1 Syawal) selalu menjadi ajang sebagian besar masyarakat untuk bergerak, kembali pada fitrah diri (dan asal) daerah / kampungnya. Pengaturan sosial manusia atas satuan Waktu dan Ruang (fisik) sebagai bagian dari kehidupan sosialnya menjadi penting untuk diamati untuk melihat pola gerak dan dinamika dari masyarakat Indonesia.
Sebagai bagian dari pengendalian arus lalu lintas 2025 pada momentum waktu Mudik Lebaran, tujuan wilayah (arah mudik & dari wilayah asal), kapan melakukan perjalanan, bagaimana melakukan perjalanan, dengan siapa melakukan perjalanan menjadi penting untuk dipahami, mengingat keterbatasan ruang (fisik) berlaku relatif secara tetap dibandingkan dengan komponen waktu. Dengan momentum mudik lebaran peningkatan volume kendaraan (pemudik) baik moda transportasi darat, laut dan udara pasti bertambah (karena waktu 1 syawal yang relatif tetap), di sisi lain jumlah armada bisa jadi tetap atau bisa juga bertambah, namun infrastruktur seperti badan jalan, kapal penyebrangan, armada pesawat terbang bisa jadi tetap – artinya tidak bisa menyesuaikan dengan volume pemudik yang pastinya bertambah (menuju 1 titik waktu secara bersamaan / 1 syawal). Ini tantangan utama pengendalian atas arus lalu lintas pemudik lebaran oleh Kepolisian.
Berpikir secara Jaringan dalam memahami dunia sosial saat ini menjadi alternatif cara pandang dalam melihat realitas pemudik lebaran beserta kompleksitasnya terutama jika dilihat dari sosial budaya agama yang mempengaruhi landasan manajemen lalu lintas arus mudik 2025.
Mengapa demikian?
Selalu terdapat hubungan dari kesatuan – kesatuan sosial karena budaya mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan kita hingga membentuk pola arus mudik (gerak dan keteraturan) dari momentum mudik lebaran dan ini bisa menjadi rekomendasi berbasis ilmu budaya (dengan kerangka berpikir jaringan) kepada pengembangan ilmu dan Strategi Pemolisian yang berkeadilan dan humanis.
Prof. Parsudi Suparlan (2004:12) mengemukakan ilmu kepolisian sebagai interdisipliner / menggunakan prinsip keilmuan dari berbagai bidang yang melebur menjadi satu yang mempelajari masalah – masalah sosial dan penanganannya untuk menciptakan keteraturan sosial (social order, moral dan masyarakat, upaya pencegahan, penegakan hukum teknik – teknik penyidikan dan penyelidikan serta cara pencegahannya) melalui organisasi polisi dan manajemennya, dan manajemen penanganan masalah sosial oleh Kepolisian.
Terdapat dua (2) aspek penting yang ingin disampaikan yakni adanya perbedaan pola mudik antar wilayah seperti Jawa (Dominan transportasi darat) baik lintas provinsi (antar provinsi) seperti DKI Jakarta – Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, non-Jawa (Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Papua). Dalam berpikir jaringan sosial terdapat interaksi antar aktor manusia (sesama manusia) dan Manusia dengan aktor – aktor non Human (Agusyanto, 2018; Latour, 1996;2007) atau yang oleh Latour disebut dengan actor-Network Theory. Kedua aspek dan aktor ini mengakibatkan potensi kepadatan arus mudik yang menghasilkan dinamika dan keteraturan sosial setiap tahunnya.
Teori jaringan Aktor / Actor-Network Theory yang dikembangkan oleh Bruno Latour (1996;2007) memandang entitas / kesatuan sosial sebagai interaksi elemen yang saling pengaruh – mempengaruhi dalam situasi sosial baik manusia dan obyek non-manusia sebagai aktor yang sama pentingnya berinteraksi dan membentuk jaringan dinamis dimana tidak ada entitas tunggal yang memegang kekuatan inheren, dan semua dianggap sama pentingnya dalam membentuk hasil (walaupun sifat hubungannya asimetris) (Agusyanto, 2018). Masyarakat dibangun melalui interaksi antara berbagai aktor (human dan non human) dalam sebuah keseluruhan jaringan melalui struktur-struktur relasi yang relatif tetap.
Jaringan sosial selalu dianggap sebagai bagian dari komponen titik, garis dan anak panah (Agusyanto, 2007; 2018) dengan fokus aktor tentunya adalah manusia, garis bisa diabstraksikan sebagai jalur hubungan / yang menghubungkan, arah yang artinya adalah sebuah tujuan atau gerak aktor dari dan ke. Jaringan sosial sebagai relasi dinamis antara manusia dan obyek non-manusia yang berinteraksi secara langsung dan tidak langsung.
Aktor human (manusia) adalah mereka para pemudik yang akan berangkat dari dan menuju dengan berbagai moda transportasinya masing – masing. Semua bergerak dengan sebuah keyakinan yang sama dan dalam satu waktu bersamaan (mendekati 1 syawal) untuk pulang ke asal daerahnya masing – masing. Mereka bisa berasal dari Pulau Jawa menuju Non-Jawa, atau sebaliknya Non-Jawa menuju Jawa melalui moda transportasi darat, laut dan udara.
Kepolisian merupakan aktor sentral dalam menjaga ketertiban sosial pemudik dan warga negara Indonesia dalam momentum arus mudik. Kepolisian merupakan aktor dengan sentralitas yang tertinggi dalam pengendalian arus mudik yang bertanggung jawab atas pengaturan lalu lintas, pencegahan kecelakaan lalu lintas, memahami pola pergerakan, interkonektivitas antar pintu penyebrangan seperti pelabuhan (penyebrangan merak – Bakauheni), bandara, pintu tol, infrastruktur badan jalan, perlintasan kereta, badan jalan (bottle neck), pesawat, kapal laut, pelebaran badan jalan, jalur yang mengalami percepatan moda transportasi di darat dan lain sebagainya membentuk interkoneksi satu dengan yang lain secara holistik.
Kelompok pekerja baik swasta / pemerintahan akan menjadi kelompok pemudik terbesar baik pergerakan antar provinsi, antar pulau dan antar kabupaten / kota (dalam satu provinsi). Untuk arus pemudik yang terbesar (hampir dapat dipastikan berasal dari daerah Jakarta) melalui darat laut dan udara. Moda transportasi darat hampir dipastikan menjadi yang paling banyak digunakan. Flow / arah dengan muatan sosial mudik lebaran melalui moda transportasi darat yang terbesar akan berangkat dari Jakarta akan menuju Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur, juga pemudik dari Jawa Barat Menuju Jawa Timur, Jawa Tengah, pemudik dari jawa. Tengah menuju jawa barat, Jawa Tengah menuju Jawa Timur, DIY menuju Jawa Tengah, Jawa Timur menuju Jawa Tengah, begitupun antar kabupaten / kota (antar provinsi) Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat pasti menempati posisi mobilitas yang tertinggi dan pemudik yang berasal dari Jakarta juga pastinya menempati mobilitas (asal) yang tertinggi.
Waktu pemudik melakukan aktivitas juga akan bervariasi namun puncaknya tetap berada pada H-7 sampai dengan H-1, H+3 sampai dengan H+7, menuju dan menjauhi hari H (1 Syawal). H- (sebelum hari 1 Syawal) aktivitas pemadatan lebih mungkin terjadi dibandingkan dengan arus balik yang bisa jadi terpecah – pecah (walaupun sebagian besar akan memadati hari cuti libur bersama).
Himbauan agar Work from Anywhere (WFA) bagi pemerintahan dan swasta dapat mengurangi konsentrasi kepadatan arus balik pemudik lebaran, begitupun dengan buka tutup arus kendaraan dan pemanfaatan kontra flow khususnya untuk pemudik yang melalui jalur darat. Misal dari Jakarta menuju Jawa Barat dan Jawa Tengah (DIY dan Jawa Timur). Walau konsentrasi akan terpecah di Km 62 (konsentrasi jalur Cipularang) sehingga arus besar kendaraan yang menuju Cirebon, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY tetap berada di cikampek – kalikangkung – surabaya) yang menuju Jawa Barat akan terpecah melalui Cipularang. Namun kepadatan tertinggi tetap berada pada Cikampek Km 10-48 dan Km 48-62.
Kepadatan tertinggi berada di jalur cikampek khususnya dari DKI ke Jabar, Jateng dan Jatim yakni pada Km 10 (cikunir) – Km 48 (Karawang Barat). Jurusan pemudik Jabar akan terpecah di Km 62 (menuju cipularang). Konsentrasi kepadatan dapat dipecah dengan menggunakan contra flow (dengan sosialisasi yang tepat) misalnya untuk jurusan ke Tol Cipularang agar menggunakan jalur yg khusus (misal contra flow) menuju cipularang atau dari Km 10 menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur (cikampek) menggunakan jalur contra flow dari Halim / titik perpecahan MBZ dan Non-MBZ.
Pada waktu eskalasi tertinggi H-7++ (lebih dari 7 hari) sampai dengan H-1 dimana terdapat eskalasi volume kendaraan pemudik yang bercampur dengan mereka yang tidak mudik dan berdomisili mengikuti aliran muatan pemudik, baiknya agar menghindari jalur seperti tol dalam kota atau dapat menggunakan tol Becakayu untuk mengurangi kepadatan di Km 0-10 cikampek.
Sebagai alternatif bagi pemudik dari Jakarta yang menuju Jawa Barat dapat menggunakan ruas jagorawi – Puncak / Gunung putri / Sentul / Jonggol menuju Bandung yang relatif lebih longgar. Alternatif lain juga dapat menggunakan tol Cibitung – Cilincing atau pemanfaatan JAPEK II.
Pemanfaatan jalur – jalur alternatif untuk pemudik antar kabupaten / kota di Provinsi yang memiliki mobilitas tinggi antar kab/kota (satu provinsi yang sama) harus bekerjasama dengan Polres – Polres setempat untuk bisa memahami dinamika interaksi jalur utama dan jalur alternatif khususnya secara spesifik terkait dengan medan, peningkatan volume, pemukiman, perbelanjaan, badan jalan, arus dari dan ke, alternatif – alternatif untuk memotong waktu tempuh perjalanan, SPBU, tanjakan dan titik rawan laka, medan yang berliku, tikungan tajam, kepadatan berlebih dan sebagainya.
Jika rest area di dalam tol kapasitas dan daya tampungnya tidak tertampung, baiknya juga menyiapkan alternatif tempat peristirahatan / SPBU yang tersedia dengan radius tidak lebih 5Km dari pintu Tol terdekat.
Identifikasi titik – titik rawan kecelakaan lalu lintas, titik dan garis (dari-ke) yang membutuhkan atensi baik karena perlambatan / penyempitan badan jalan atau mana yang bisa menggunakan contra flow.
Berikutnya mengatur arus balik (kantor pemerintahan, TNI – Polri dan swasta) dengan waktu yang berbeda, juga dapat mengurai konsentrasi kepadatan arus balik mudik lebaran, begitupun dengan mengatur jadwal libur sekolah (negeri dan swasta, SD, SMP, SMA dengan SMK, dan universitas). Himbauan pengecekan kendaraan agar layak jalan, dapat mengurangi gangguan mudik lebaran.
Arus mudik selalu berkaitan dengan konsepsi manusia atas ruang (fisik) dan waktu, yang secara sosial dikonstruksi secara terus menerus tentang gerak dan keteraturan dari kehidupan masyarakatnya. Infrastruktur sebagai bagian dari ruang fisik dan pengaturan atas waktu sosial menjadi analisis penting yang mempengaruhi tindakan manusia dalam sebuah dinamika dan kompleksitas masyarakat. Infrastruktur cenderung berlaku secara statis dan waktu (sosial) cenderung relatif.
Memecah aliran dari gerak pemudik saat momen lebaran menjadi kegiatan tahunan yang penting, juga dengan memperhatikan analisis peta jaringan (interaksi human dan non-human) sebagai abstraksi dari realita mudik lebaran. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam melihat gerak pemudik yang menghubungkan berbagai perlintasan – perlintasan, serta mengatasi asimetri informasi saat mudik, berbagai persilangan / titik singgung antar jalur (dan juga entitas) akibat volume kendaraan pemudik, real time monitoring penting dan signifikan guna mendukung Keamanan Keselamatan Ketertiban Kelancaran Lalu Lintas (Kamseltibcar Lantas).
Pengelolaan arus mudik 2025 adalah hasil interaksi kompleks antara manusia, teknologi, infrastruktur, dan budaya. Keberhasilan manajemen mudik bergantung pada kemampuan mengoptimalkan relasi antar – aktor (Human dan Non Human). Kepolisian sebagai pengelola keteraturan sosial / Social Order melalui pengendalian lapangan (lalu lintas) merupakan sebuah operasi kemanusiaan yang mendukung kegiatan spiritual dan ibadah (sosial) masyarakat Indonesia.
Selamat merayakan hari raya idul fitri 2025
Daftar Pustaka
Agusyanto, Ruddy. 2018. Berpikir Jaringan. Pusat Analisis Jaringan Sosial. Jakarta.
Latour, B. (1996). On actor-network theory: A few clarifications. Soziale welt, 369-381.
Latour, B. (2007). Reassembling the social: An introduction to actor-network-theory. Oup Oxford